SMP Negeri 1 Magelang menempati gedung sekolah bekas peninggalan
zaman Belanda yang hingga kini telah beberapa kali direnovasi. SMP
Negeri 1 Magelang memiliki berbagai cerita bersejarah yang berkaitan
dengan perjuangan zaman penjajahan. SMP Negeri 1 Magelang memiliki luas
7.717 m yang terletak di Jalan Pahlawan 66 Kota Magelang. Dari segi
wilayah, sekolah ini berada di Kampung Botton, Kelurahan Magelang,
Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang. Lembaga pendidikan ini berdiri
pada masa penjajahan Jepang, yaitu tahun 1942. Pada masa itu lebih
dikenal dengan nama SMP Botton, karena letaknya berada di Kampung
Botton. Sekolah menengah pada masa penjajahan Jepang diberi nama "Syoto
Chu Gakko" (Prastowo, 1945 : 17).
Di Kota Magelang pada masa Hindia Belanda hanya terdapat empat
Sekolah tingkat menengah, yaitu MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs),
Sekolah Yayasan Kristen, Sekolah Menengah milik Perguruan Taman Siswa
dan Sekolah Menengah tingkat atas MOSVIA (Midlebare Opleiding School Vor
Inlandiche Ambtenaren). MOSVIA adalah Sekolah yang mendidik calon-calon
Pamong Praja. Saat dibukanya SMP Magelang yang terletak di Jalan Botton
(sekarang Jalan Pahlawan) sekolah tersebut baru mempunyai 4 kelas,
dengan jumlah guru 4 orang, yaitu Bapak Soetedjo Atmodipoerwo (merangkap
direktur), Bapak Soediman, Bapak Mardiyo dan Bapak P. Siagian
(Prastowo, 1945 : 18). Mata Pelajaran yang disajikan adalah Pelajaran
Umum, disamping Bahasa Jepang serta Bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar. Kegiatan Belajar Mengajar pada saat itu harus disesuaikan
dengan Kurikulum dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh
penguasa Jepang.
Dibandingkan dengan Sekolah lain, SMP Negeri 1 Magelang memiliki
nilai perjuangan yang ikut serta dalam meraih dan mempertahankan
Kemerdekaan dari penjajah Jepang. Hal ini terbukti bahwa di lokasi
lingkungan sekolah, terdapat tugu Pahlawan "Rantai Kencana", untuk
mengenang 3 orang siswa yang gugur membela gurunya yang pada waktu itu
disekap oleh tentara Jepang. Siswa yang gugur diantaranya Prapto Kecik,
Soeprayitno dan Surono ( Panitia Reuni, 1995 : 9 ). Nama rantai Kencana
diambil dari Organisasi Siswa, yang pada saat ini setaraf dengan OSIS.
Pencetusan nama Rantai Kencana merupakan hasil musyawarah pada pertemuan
antara perwakilan siswa yang bernama Nakula Soenarto (kini Prof. Dr.
Dipl. Ing. Dan Guru Besar pada Fakultas Teknik UI) dengan Bapak Soetedjo
Atmodipoerwo (direktur).
Untuk mengabadikan Rantai Kencana, sampai saat ini nama tersebut
dipakai untuk nama kelompok Drum Band SMP Negeri 1 Magelang serta nama
majalah dinding sekolah. Perlu diketahui bahwa pada tangal 26 Oktober
1994, Ibu Mien Sugandi (mantan Menteri Negara UPW) berkenan hadir di SMP
Negeri 1 Magelang untuk meresmikan tugu Pahlawan Rantai Kencana dan
dalam rangka Reuni Besar Paguyuban Rantai Kencana. Disamping Ibu Mien
Sugandi dan Ibu Inten Suweno (mantan Menteri Sosial), masih banyak lagi
alumni yang menjadi orang penting / pejabat. Seiring dengan lajunya
perkembangan zaman dan pembangunan, SMP Negeri 1 Magelang telah
mengalami pergantian kepemimpinan sekolah, sejaka masa penjajahan Jepang
tahun 1942 sampai sekarang. Dapat dijelaskan tentang nama-nama Kepala
Sekolah :
Kepala Sekolah Pertama : Bp. Soetedjo Atmodipoerwo ( 1942 - 1944 )
Kepala Sekolah Kedua : Bp. P. Siagian ( 1944 - 1946 ) Kepala Sekolah
Ketiga : Bp. M.S. Hadisapoetro ( 1946 - 1953 ) Kepala Sekolah Keempat :
Bp. Widyo Sapoetro ( 1953 - 1963 ) Kepala Sekolah Kelima : Bp. R.I.
Soewarno ( 1963 - 1965 ) Kepala Sekolah Keenam : Ibu Rr. Soekarlina (
1965 - 1972 ) Kepala Sekolah Ketujuh : Bp. Soenarto ( 1972 - 1983 )
Kepala Sekolah Kedelapan : Bp. Joko Sulih ( 1983 - 1989 ) Kepala Sekolah
Kesembilan : Ibu Moeslikah ( 1989 - 1990 ) Kepala Sekolah Kesepuluh :
Ibu Hj. Dra. Armani ( 1990 -1994 ) Kepala Sekolah Kesebelas : Bp.
Sutrisno ( 1994 - 1999 ) Kepala Sekolah Keduabelas : Ibu Th. Sri
Ambarwati ( 1999 - 2004 ) Kepala Sekolah ketigabelas : Bp. Toto Karta
Gunawan, S.H. (PLH 2004) Kepala Sekolah Keempatbelas : Bp. Drs. Harry
Sumaryanto, M.Pd. ( 2004 - 2006 ) Kepala Sekolah Kelimabelas : Bp. Papa
Riyadi, S.Pd., M.Pd ( 2006 - Sekarang) Telah disebutkan dimuka bahwa
pada waktu berdiri hanya memiliki 4 kelas. Oleh karena kemajuan
pembangunan, saat ini SMP Negeri 1 Magelang telah memiliki 21 ruang
kelas dan ruang-ruang pendukung lainnya. Hal ini sesuai dengan perubahan
tipe sekolah, dari tipe C menjadi tipe B (SK. Dirjen Dikmenum No.
443/C/Kep/I/1993, tanggal 21 September 1993). Selain fisik, prestasi
akademik maupun non - akademik yang diraihpun selalu meningkat, baik
ditingkat Kota, Provinsi, Nasional maupun Internasional. Dan sekarang
2012 smp 1 mgl, sudah 100 tahun bangunannya
Profil Rantai Kentjana
RANTAI KENTJANA adalah sebuah organisasi intra sekolah yang dibentuk
atas prakarsa Bapak Almarhum Soetedjo Atmodipoerwo pada pertengahan
tahun 1942, saat beliau sebagai direktur SMP Magelang pada zaman
pendudukan Jepang. Maksud didirikanya orgainsasi ini waktu itu adalah
untuk sebagai antidotum (penangkal) dari adanya wabah men-Jepangkan
semua kegiatan pelajar saat itu. Nama Rantai Kenjtana diambil dari
istilah zaman lampau “De Gulden Keten”. Diibaratkan rantai itu
organisasi keseluruhan dan mata rantai anggota masing-masing. "Kekuatan
keseluruhan organisasi ditentukan oleh kekuatan mata rantai yang
terlemah". Pesan yang ingin disampaikan: "Hendaknya tiap-tiap mata
rantai berusaha agar dirinya kuat dan terpelihara dengan baik demi
tercapainya kekuatan lebih besar bagi rantainya".
Tujuan utama pendirian organisasi sekolah tersebut untuk menampung
dan sebagai wadah bagi kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler dan sebagai
wadah bagi Magelang, yang pada waktu zaman Jepang dinamakan CHU GAKKO.
Di samping itu juga untuk menyalurkan bakat dan kegiatan-kegiatan
olahraga, kesenian dan sosial budaya. Selain itu juga tempat memupuk dan
menanamkan semangat kebangsaan, semangat cinta tanah air, menumbuhkan
rasa kesetiakawanan dan kegotongroyongan di antara murid.
Dalam mencapai tujuannya dilandaskan pada lima prinsip utama yang menjadi falsafah dasar Rantai Kentjana yaitu :
Setia kepada Tuhan Yang Maha Esa Setia kepada Nusa dan bangsa Setia kepada Orang Tua Setia kepada Guru Setia kepada Sesama Kawan
Lambang rantai Kenjtana dicipta oleh Saudara Wahyu Soekotjo. Makna yang terkandung dalam lambang tersebut sebagai berikut :
Segitiga berlatar belakang warna hijau dengan pelisir warna kuning
bermakna Rantai Kenjtana akan selalu berpegang pada tiga prinsip dasar
dalam kehidupah bermasyarakat, yaitu: Pertama : Keyakinan adanya tuhan
Yang Maha Esa Kedua : Pengabdian kepada Nusa dan bangsa Ketiga : Hormat
serta cinta Kasih Kepada Orang Tua dan Guru
Sedangkan warna dasar kuning mempunyai arti keagungan dan kebesaran
jiwa, dan hijau melambangkan kedamaian dan kesejahteraan lahir dan
batin. Lima mata rantai yang saling mengkait yang terdapat di dalam
segitiga menggambarkan watak dan sifat kekeluargaan yang berintikan rasa
kesatuan dan persatuan abadi. Tulisan SMP yang terdapat dalam lingkaran
mata rantai teratas bermakna almamater tempat kita menimba ilmu, tempat
kita saling berjabat tangan, belajar bersama, bergembira bersama dan
mengejar cita-cita.
Sejarah Rantai Kentjana
Semenjak kejatuhan sekutu oleh pasukan Jepang pada tahun 1942 maka
terjadi perubahan yang mendasar dari kurikulum dan sistem pendidikan
yang diterapkan di Indonesia. Itulah yang sempat membuat kegiatan
belajar mengajar sempat terhenti. Akan tetapi setelah melalui tahap
persiapan selama 4 bulan, maka pada bulan Juni 1942 sekolah mulai dibuka
lagi oleh pemerintah.
Pasca persiapan sistem dan kurikulum baru tersebut, maka secara
bertahap sekolah-sekolah mulai dibuka. Baik itu dari tingkat dasar,
menengah maupun kejuruan serta tingkat tinggi. Begitu pula di Magelang.
Sejak Juni 1942 mulai dipersiapkan dibukanya kembali sebuah sekolah
tingkat menengah dengan nama "Syoto Chu Gakko".
Pada masa Hindia Belanda di Magelang terdapat 3 sekolah tingkat
menengah, ialah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) pertama dikelola
oleh Gubernemen, kedua oleh Yayasan Kristen dan yang ketiga kepunyaan
Perguruan Taman Siswa. Ada juga sekolah setingkat sekolah menengah ialah
MOSVIA (Midlebare Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren), sekolah
yang mendidik calon-calon pamong praja.
Pada saat dibukanya SMP Magelang yang letaknya di Jalan Boton, telah
memiliki 3 atau 4 kelas dengan jumlah guru hanya 4 orang, masing-masing
Soetedjo Atmodipoerwo merangkap sebagai direktur yang dibantu 3 guru
lainnya ; Soediwan, Mardiyo, dan P Siagian. Dengan penerapan kurikulum
Jepang, maka belajar bahasa Jepang menjadi suatu kewajiban. Selain itu
harus melakukan tata upacara Jepang seperti Seikerei. Seragam putih
putih dengan pet putih dan rambut harus dipotong hingga plontos. Masa
belajar hanya 4 atau 5 hari, karena pada hari Jum'at dan atau Sabtu
melakukan kegiatan Kinrohoshi (semacam kerja bakti ke luar halaman
sekolah, seperti tangsi militer, membuat lubah perlindungan,
mengumpulkan biji jarak,dll).
Tanpa disadari latihan baris berbaris dan perang-perangan dapat
menumbuhkan jiwa penuh disiplin dan mulailah berkembang kesadaran dan
cinta tanah air, semangat patriotisme, serta kesediaan untuk berkorban
bagi nusa dan bangsanya. Di sinilah cikal bakal munculnya semangat
dengan cita-cita membebaskan negeri dari kungkungan penjajah. Hingga
melahirkan pejuang-pejuang muda yang aktif dalam perjuangan fisik maupun
diplomasi yang beberapa di antara mereka menjadi pahlawan yang
berguguran di medan pertempuran dalam memperjuangkan kemedekaan bangsa
dan negara.
Salah satu pahlawan yang akhirnya tempat dimana beliau gugur dibangun
Tugu Pahlawan Rantai Kentjana adalah Prapto Kecik. Pada waktu itu
tanggal 31 Oktober 1945 terjadi kontak senjata antara Prapto Kecik
dengan pasukan Jepang yang sedang melakukan teror berdarah di sekolah.
Demi membela Almamater, kawan-kawan dan guru yang saat itu terancam
jiwanya oleh pasukan teror Jepang, beliau rela mengorbankan jiwanya.
Akhirnya tempat dimana beliau gugur; di salah satu sudut halaman dalam
sekolah, dibangun monumen atas inisiatif murid-murid sendiri pada tahun
1947. Inilah yang melambangkan kepeloporan dan patriotisme pelajar waktu
itu.
Para Eks Ketua Rantai Kentjana SMP Magelang (dari zaman Jepang - prakemerdekaan s/d thn 1948):
Nakoela Soenarta : 1942 - 1943 Soetarno : 1943 - 1944 Soetarto : 1944
- 1945 Moch Mahmud : 1945 - 1946 Soetardjo : 1946 - 1947 Soekarno :
1947 - 1948 Setelah itu praktis kepengurusan Rantai Kentjana di Sekolah
SMP Magelang berakhir/terputus karena perang kemerdekaan II. Dan tidak
lagi ada komunikasi dan informasi lengkap dari SMP sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar